Fakta menarik lain adalah orang-orang dengan trauma bising ternyata lebih sering mengalami gangguan pendengaran khususnya pada frekuensi tinggi.
Gambaran audiometrik rekam pendengarannya menunjukkan gambaran takik (notch/penurunan) pada frekuensi 4000 Hertz. “Ini yang membuat orang awalnya tidak merasa, karena frekuensi pembicaraan kita sehari-hari ada di antara 500 – 2000 Hertz. Sehingga, ketika mengobrol biasa, rasanya tidak ada gangguan. Baru setelah dilakukan pemeriksaan, diketahui terjadi penurunan yang tajam pada frekuensi 4000 Hertz. Sebagian besar kasus gangguan pendengaran akibat bising ditemukan pada saat medical check up,” jelas Budi.
Tentu, jika ini tidak segera ditangani, penurunan pendengaran akan terjadi di semua frekuensi, tak hanya pada frekuensi tinggi 4000 Hertz. “Kalau tadinya hanya di 4000 Hertz, lama-lama terjadi takik di semua frekuensi alias tuli.”
Telinga Berdenging
Apa, sih, gejala trauma bising? Menurut Budi, hampir 90 persen kasus menunjukkan gejala telinga berdenging (tinnitus), lho.
Denging yang dialami ini ada dua macam, yaitu denging nada tinggi seperti bunyi pesawat dan nada rendah seperti bunyi air conditioner (AC).
Dua-duanya bisa terjadi dan ini biasanya disertai gangguan pendengaran. Seringkali, yang terjadi adalah cocktail party deafness atau tuli di keramaian.
Pada saat berada di tempat yang ramai, orang sulit mendengar karena fungsi cochlea menurun. Bising di latar belakang akan sangat mengganggu kualitas penerimaan bunyi oleh cochlea. Misalnya, ketika berada di mal, ia akan bingung karena tidak bisa mendengar.
Sebetulnya, kasus trauma bising ini bisa dicegah 100 persen. Yang pertama dengan upaya promotif preventif. Caranya, waspada terhadap bising di sekitar kita. Misalnya pakai perangkat pemutar musik tapi tak perlu disetel dengan volume (tingkat suara) penuh.
Atau, ketika orang tua mengajak anak-anak ke mal, sebaiknya perhatikan seberapa bising tempat tersebut. Jika memang terlalu bising, sebaiknya tak perlu berlama-lama. “Kita harus menghindari atau mengurangi paparan bising secara aktif.”
Yang tak kalah penting adalah kesadaran para pemilik tempat usaha, seperti mal. Ada baiknya mereka mengukur kebisingan ruangan (sound level meter) dan mengumumkannya kepada pengunjung.
Efek trauma bising sendiri ada dua, yaitu temporer dan permanen. Pada trauma bising temporer, dengan istirahat cukup, fungsi telinga bisa dipulihkan. Namun, trauma bising permanen sulit disembuhkan.
makanya kita perlu memberi pembatasan dalam pemakaian EARPHONE yang terlalu keras, supaya mendengaran kita tetap baik.
BalasHapus